Pengawasan perspektif Al-Qur’an
Penulis : Syahrizal, S.Sos dan Dr. Hamidullah Mahmud, Lc.MA
1 Konsep Dasar Pengawasan dan Evaluasi
a. Pengertian Pengawasan
Kata pengawasan selalu memiliki kotasi yang tidak menyenangkan, karena dirasa akan mengancam kebebasan dan otonomi pribadi. Namun sesungguhnya organisasi sanagat perlu mempunyai pengawasan untuk menjamin tercapainya tujuan. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi atau lembaga tercapai. Ini bertujuan dengan cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang telah ditetapkan.
Menurut Henry Fayol bahwa pengawasan merupakan pemeriksaan apakah semua yang terjadi sesuai rencana, intruksi yang diperintahkan dan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Maka tujuannya adalah untuk menunjukkan kelemahan dan kesalahan agar supaya menjadi benar juga mencegah pengulangan kesalahan. Pengawasan bergerak dalam segala bidang baik itu barang-barang, orang-orang dan semua tindakan-tindakannnya.
Juliansyah Noor dalam bukunya yang berjudul penelitian ilmu manajemen tinjauan filosofis dan praktik, mengatakan bahwa pengawasan merupakan penilaian atau koreksi terhadap segala hal yang sudah dilakukan oleh bawahan atau suatu proses pengamatan terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan lembaga untuk menjamin supaya semua pekerjaan yang akan dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan.
Dalam manajemen, juga disebut oleh Sentot Harman bahwa pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.
b. Fungsi Pengawasan
Pengawasan yaitu kegiatan yang mempunyai urgen bagi berlangsung dan berjalannya kegiatan suatu organisasi atau lembaga. Pengawasan bisa menjadi fungsi pengendali bagi manajemen untuk memastikan bahwa rencana-rencana yang sudah mereka tetapkan mampu berjalan secara mulus dan lancer sehingga organisasi bisa mencapai setiap sasaran yang sudah ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi dari manajemen ketika dikerjakan dengan baik, akan menjamin bahwa semua tujuan dari setiap orang atau kelompok bisa konsisten dengan tujuan jangka pendek maupun jangka Panjang. Hal ini membantu meyakinkan bahwa tujuan tetap konsisten satu sama lain dengan tujuan organisasi atau lembaga. Rusdiana mengatakan dalam bukunya yang berjudul asas-asas manajemen, bahwa pengawasan mempunyai berbagai fungsi pokok, diantaranya adalah sebagai berikut:
Mencegah terjadinya penyimpangan atau kesalahan, yaitu pengawasan dapat mencegah kemungkinan terjadinya berbagai penyimpangan kesalahan atau penyelewengan.
Memperbaiki berbagai penyimpangan dan kesalahan yang terjadi, yaitu dengan adanya pengawasan dapat dilakukan tindakan perbaikan terhadap penyimpangan atau kesalah yang terjadi, agar tidak semakin berlarut dan pada akhir dapat menyebabkan kerugian bagi lembaga atau organisasi.
Memperkuat rasa tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban. Mendinamisasikan organisasi, yaitu dengan adanya pengawasan diharapkan sedini mungkin terjadinya penyimpangan.
c. Tujuan pengawasan
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen,mekanisme pengawasan didalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanakan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Menurut Ranupandojo, tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Sedangkan Guzali saydam mengemukakan tujuan pengawasan antara lain sebagai berikut:
Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana
Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi
Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien
Untuk mengetahui kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam kegiatan
Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan.
Selain itu, pengawasan pada dasarnya bertujuan untuk menyesuaikan gerak organisasi yang sedang berlangsung dengan tujuan dan rencana awal (planning) dari organisasi tersebut. Dalam aspek ini, pengawasan memusatkan pada sisi efisiensi, sedangkan perencanaan atau planning lebih memusatkan pada efektivitas. Walaupun di dalam proses pengendalian juga terdapat unsur efektivitas, namun secara fungsi bahwa upaya pengendalian lebih berpusat pada efisiensi.
2. Pengawasan (Evaluasi) Perspektif Al-Qur’an
Pengawasan atau evaluasi murujuk pada untuk memastikan kesuksesan dan efisiensi dalam suatu organisasi atau lembaga guna dapat melihat proses dalam melibatkan pemantauan kinerja demi memastikan tercapainya tujuan dan memberikan perbaikan pada hal yang dirasa perlu. Perspektif Al-qur’an membuktikan bahwa Allah swt merupakan pengawas utama yang mengamati dan menulis semua aktivitas manusia. Demikian membawa kesadaran, bahwa individu menyadari sesungguhnya mereka selalu diawasi oleh Allah swt. Kesadaran ini memotivasi sikap yang sesuai dengan keinginan dan kehendak Tuhan, bukan hanya sekedar mengikuti aturan norma sosial manusia.
Pengawasan menurut Al-qur’an sama halnya mengarahkan manusia untuk sadar bahwa seluruh sumber daya yang dimiliki, baik secara mental maupun fisik merupakan anugerah dari Tuhan. Rasa tanggung jawab diposisikan pada manusia untuk memanfaatkan dengan baik serta bertanggung jawab. Pengawasan yang efektif menurut Al-qur’an membutuhkan kejujuran dan rasa tulus dalam tindakan dan niat, dengan keyakinan bahwa tiada yang dapat disembunyikan dari Allah swt. Sebagaimana yang ada di dalam QS. Qaf [50]: 17
اِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الْيَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ
Artinya : (Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya). Yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri.
Surat Qaf memberikan Gambaran keilmuan tentang berbagai karakter manusia ditinjau dari dua sisi baik dan buruk. Terdapat beberapa karakter dasar diri seseorang dalam islam seperti karakter keimanan dan sikap merasa selalu diawasi, sehingga akan tumbuh karakter kejujuran dan kedisiplinan yangh dapat menjadi sebuah karakter penting dalam pengembangan diri.
Bahwa pada ayat diatas menjelaskan bahwa seorang pengawas hendaklah harus cermat dan senantiasa mengingat siapa dan apa yang perlu diawasi. Kemudia hasil yang didapat dari pengawasan tersebut sebagai evaluasi agar senantiasa menulis atau mencata agar menjadi bukti dan tidak lupa jika hendak dipresentasi dimasa yang akan datang. Juga pada ayat diatas memberikan peringatan atas pengawasan yang senantiasa dilakukan dan memberika efek rasa tanggung jawab atas segala perlakuan dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia, dengan begitu dalam perspektif organisasi harus memberikan informasi terkait pengawasan senantiasa dilakukan oleh atasan kepada karyawan atau anggota. Juga Allah swt berfirman di dalam QS. Al-Hasyr [59]: 18
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Menurut ibnu katsir dalam ayat yang artinya “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok”, merupakan hisablah diri kalian sebelum dihisab diakhirat kelak, dan lihatlah apa yang sudah kalian simpan untuk diri kalian berupa amal saleh untuk hari akhir pada saat bertemu dengan rabb kalian.
Menjadi cermin kebenaran hanya didapatkan apabila seorang pengawas menyifati beberapa sifat berikut ini: Menghi dupkan (alhay), Mengetahui (al-alim), Menguasai (al-qadir), Melihat (al-Bashiir), Dibutuhkan (alshamad), selain itu pengawas juga harus menyifati sifat berikut: Pencipta Pertama (al-Badi’), Pertama (al-awwal) dan akhir (al-aakhir)
1. Menghidupkan (Al-Hay) adalah hidup yang sebenarnya bukan sekadar hidup untuk diri sendiri, tetapi harus mampu memberi hidup dan sarana kehidupan kepada pihak lainnya. Pengawas harus mampu menyifati sifat ini karena ia harus mampu memberi hidup kepada orang lain, dalam hal ini para anggota yang ada di lembaga yang diawasinya. Selain itu, pengawas juga harus senantiasa hidup di dalam setiap lembaga maksudnya bahwa ia harus mampu memberi roh pada perjalanan lembaga yang berada di bawa pengawasannya. Hal ini secara tegas dikatakan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah [2]: 258
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Artinya: Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
2. Mengetahui (al-‘alim) apa yang menjadi fungsi dan tugas pokok seorang pengawas adalah hal mendasar yang harus dimiliki seorang pengawas. Mereka harus mengetahui atau ‘alim terhadap ilmu pengetahuan terkait dengan kepengawasan. Maka seorang pengawas senantiasa diperi ntahkan untuk menambah ilmunya. Sebagaimana firman Allah Swt QS. Al-Mulk [67]: 13
وَاَسِرُّوْا قَوْلَكُمْ اَوِ اجْهَرُوْا بِهٖۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ ۢ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ
Artinya: Rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
3. Pengawas juga diharuskan menyifati sifat Kuasa (al-Qadir) yakni menjadi pemimpin tetapi tidak menjadi penindas bagi yang lain. Karena kadang kala, sifat kuasa ini dijadikan sebagai alat untuk melakukan tindakan yang melegalkan segala cara untuk berbuat sesuatu walaupun hal tersebut merugikan lembaga dan orang-orang yang berada di dalamnya. Kuasa yang digunakan secara semena-mena tentu berimplikasi kepada kerusakan terhadap lembaga atau organisasi, karena merusak sistem kerja yang sejatinya harus bersifat kekeluargaan, sehingga seorang pengawas ketika meneladani sifat qadir ini haruslah memposisikan diri bahwa meyakini kuasa itu hanya milik Allah Swt, dan menyadari bahwa ia tidak dibolehkan berpikir untuk menganiaya orang lain. Karena kuasa yang dipegangnya hanya bersifat sementara dan akan beralih ke orang lain. Kuasa adalah amanah yang harus dipahami sebagai cara Allah Swt memuliakan seseorang apabila ia menjalankan dengan adil. Sebagaimana firman Allah Swt QS. Al-Ankabut [29]: 20
قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَاَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللّٰهُ يُنْشِئُ النَّشْاَةَ الْاٰخِرَةَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌۚ
Artinya: Katakanlah, “Berjalanlah di (muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (semua makhluk). Kemudian, Allah membuat kejadian yang akhir (setelah mati di akhirat kelak). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
4. Menyifati sifat Allah Swt, Melihat (al-Bashir), menggambarkan bahwa seorang pengawas haruslah meyakini bahwa seluruh perbuatan dan tingkah laku yang dilakukan selalu dalam jangkauan penglihatan Allah Swt. sehingga seluruh perbuatan seorang pengawas senantiasa dilakukan dengan baik dan selalu didasarkan pada pandangan bahwa ia juga diawasi walaupun tidak terlihat secara kasat mata. Dengan demikian, ia akan selalu menegakkan kebijakan yang tidak merugikan siapa pun bahkan dirinya sekali pun. Imam Al-Gazali pada saat menjelaskan sifat ini, menjelaskan bahwa Isa a.s. pernah ditanya, “Adakah yang sama dengan engkau?” Beliau menjawab, “siapa yang pandangannya adalah pelajaran, diamnya adalah renungan dan ucapan-ucapannya adalah zikir, maka dia sama dengan saya”. Kesadaran yang demikian inilah yang hendaknya menjadi akhlak seorang pengawas dalam upaya meneladani sifat Allah Swt. Sebagaimana yang termaktum didalam QS. Al-Baqarah [2]: 96
وَلَتَجِدَنَّهُمْ اَحْرَصَ النَّاسِ عَلٰى حَيٰوةٍۛ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْاۛ يَوَدُّ اَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ اَلْفَ سَنَةٍۚ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهٖ مِنَ الْعَذَابِ اَنْ يُّعَمَّرَۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِمَا يَعْمَلُوْنَࣖ
Artinya: Engkau (Nabi Muhammad) sungguh-sungguh akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi) sebagai manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) daripada orang-orang musyrik. Tiap-tiap orang (dari) mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
5. Selain itu pengawas juga harus menyifati sifat Pencipta Pertama (alBadi’) Pengawas haruslah orang yang selalu memiliki visi yang jauh ke depan, karena ia adalah sosok pencetus awal atau orang yang memiliki pengetahuan terkait akan ke mana arah capaian di lembaga yang dipimpin atau diawasinya. Sebagai misal, sebagaimana dicontohkan Al-Gazali, bahwa pengetahuan pemain catur dan pengetahuan pencipta permainan catur. Sang pencipta adalah penyebab adanya catur, sedangkan keberadaan catur adalah sebab pengetahuan pemain. Pengetahuan pencipta mendahului pengetahuan pemain, sedang pengetahuan pemain diperoleh jauh sesudah pengetahuan pencipta catur. Demikianlah gambaran seorang pengawas, ia adalah pencipta sehingga pengetahuannya harus selalu jauh lebih dulu dibandingkan orang-orang yang berada di bawa pengawasannya. Sebagaimana ditegas dalam QS. Al-Baqarah [2]: 117
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.
6. Pertama (al-awwal) dan Akhir (al-aakhir) adalah sifat yang harus dipraktikkan oleh pengawas. Sosok pengawas harus menjadi teladan yang paling awal, baik dalam hal akhlak kepada Allah SWT maupun tindakan-tindakan yang berkaitan dengan dimensi sosialnya. Hendaknya ia pula tampil paling awal di dalam pentas sujud kepada Allah SWT dalam arti bahwa ia dituntut menjadi awwal al-mukminin, awwal al-muslimin serta awwal man aslam serta mendahului semua yang maujud, seorang pengawas harus bisa menjadi teladan di tengah lembaga yang dipimpinnya, pengawas harus bisa memberikan ide, dan di belakang, seorang pengawas harus bisa memberikan dorongan kemajuan lembaga. Sebagaimana termaktum dalam QS. Al-Hadid [57]: 3
هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Artinya: Dialah Yang Maha awal, Maha akhir, Maha zahir, dan Maha batin. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu
3. Metode Pengawasan (Evaluasi) Pendekatan Sufistik
Berbicara mengenai tafsir pendekatan sufistik secara wujudnya berarti mengkaji tentang pemahaman dalam perspektif maupun pemahaman dalam bidang tasawuf. Selain itu, kajian awal tafsir pendekatan sufistik juga mengkaji definisi, kisah-kisah munculnya tafsir sufistik, kelebihan dan kekurangan tafsir serta langkah-langkah teknis upaya mendekati Al-qur’an dengan menggunakan disiplin ilmu tasawuf. istilah sufistik berasal dari kata shafa yang berarti bersih, sehingga kata shufi memiliki makna orang yang hatinya tulus dan bersih dihadapan Tuhannya.
Ada pendapat lain yang mengatakan berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh para sahabat Nabi yang miskin dari golongan Muhajirin, dan mereka itu disebut dengan ahlu as-suffah. Selain itu juga ada pendapat yang mengatakan berasal dari kata suf yang berarti kain yang dibuat dari bulu (wool) dan kaum sufi lebih memilih wool yang kasar sebagai simbol kesederhanaan. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kata shufi berasal dari bahasa Yunani shopos yang berarti hikmah.
Ada beberapa metode sufistik yang disampaikan oleh Sanerya Hendrawan yang dekat dengan konsep pengawasan, yaitu sebagai berikut :
Pengawasan (muraqabah), merupakan konsentrasi penuh dan waspada terhadap segenap kekuatan jiwa, pikiran dan tindakan yaitu suatu pengawasan diri yang cermat atas keadaan lahir maupun batin sehingga menghasilkan terpeliharanya suasana hati yang baik dan jernih.
Introspeksi (muhasabah), merupakan menghitung diri, memeriksa dan menimbang seberapa baik dan buruk dimasa yang telah lalu dan apa yang telah diperbuat untuk hari esok. Muhasabah mengadaikan rasa tidak berhenti terhadap kebaikan yang telah diperbuat dan introspeksi diri secara terus menerus atas kemungkinan kesalahan.
Refleksi (tafakkur), merupakan memikirkan, merenungkan dan mengingat Allah swt melalui segala ciptaannya yang tersebar baik dilangit maupun bumi dan bahkan yang ada dalam diri manusia. Tujuan tafakkur yaitu menumbuhkan kesadaran dalam diri tentang kekuasaan dan keagungan Allah swt dalam setiap objek ciptaannya.
‘Uzlah (retret) dan khalwat, merupakan mengasingkan diri dari masyarakat sebagai praktik pelatihan jiwa yang umum ditemukan pada hampir semua tradisi terkhusus agama islam. Uzlah dan khalwat juga termasuk pada menekankan suasana batin dalam kesendirian, tidak bertemu dan berkomunikasi dengan siapapun kecuali Tuhan. Kegiatan yang terpenting yaitu berdzikir, beribadah, berdoa agar memperoleh pencerahan jiwa.